UNDANG-UNDANG NO. 26 TAHUN 2007
TENTANG PENATAAN RUANG
Visi Undang-Undang No. 26 tentang
Penataan Ruang adalah terwujudnya ruang nusantara yang mengandung unsur-unsur penting
dalam menunjang kehidupan masyarakat, sebagai berikut:
- keamanan : masyarakat terlindungi dari berbagai ancaman
dalam menjalankan aktivitasnya;
- kenyamanan: kesempatan luas bagi masyarakat untuk dapat
menjalankan fungsi dan mengartikulasi nilai-nilai sosial budayanya dalam
suasana tenang dan damai;
- produktivitas: proses dan distribusinya dapat
berlangsung efisien serta mampu menghasilkan nilai tambah ekonomis bagi
kesejahteraan masyarakat dan meningkatkan daya saing;
- berkelanjutan: kualitas lingkungan dapat dipertahankan
bahkan dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini dan
generasi mendatang.
Untuk mendukung visi di atas, maka
setiap wilayah harus selalu memperhatikan aspek sumber daya alam dan lingkungan
hidup, seperti ditetapkan pada Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 pasal 3 yaitu bahwa penyelenggaraan penataan ruang
bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif
dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dengan terwujudnya:
- keharmonisan antara lingkungan alami dan buatan;
- keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya
manusia; dan
- perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif
terhadal lingkungan akibat pemanfaatan
ruang.
Pada pasal 17 memuat bahwa
proporsi kawasan hutan paling sedikit 30% dari luas daerah aliran
sungai (DAS)yang dimaksudkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pasal 28
sampai dengan pasal 30 memuat bahwaproporsi ruang terbuka hijau pada wilayah
kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik
pada wilayah kota minimal 10%. Sedangkan pasal 48 memuat
bahwa penataan ruang kawasan perdesaan diarahkan antara lain, untuk:
·
(1)
pertahanan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang
didukungnya;
·
(2)
konservasi sumber daya alam; dan
·
(3)
pertahanan kawasan lahan abadi pertanian pangan untuk
ketahahan pangan
Dalam
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 secara eksplisit diuraikan tentang penegasan
hal, kewajiban serta peran masyarakat, yaitu:
Pasal 60 : Setiap orang berhak untuk :
- mengetahui Rencana Tata Ruang;
- menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat
penataan ruang;
- memperoleh penggantian yang layak atas kerugian
yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan
perencanaan Tata Ruang;
- mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan yang tak sesuai dengan
Rencana Tata Ruang di wilayahnya.
Pasal 61: Dalam pemanfaatannya setiap
orang wajib :
- menaati Rencana Tata Ruang yang telah ditetapkan;
- memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
dari pejabat yang berwenang;
- memenuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan
izin pemanfaatan ruang, dan
- memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.
Pasal 65 : Peran masyarakat melalui :
- pelibatan peran masyarakat dalam penyelenggaraan
penataan ruang
- peran masyarakat dalam penataan ruang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui:
(a) partisipasi dalam penyusunan RTR;
(b) partisipasi dalam
pemanfaatan ruang; dan
(c) partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
(c) partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
PENYEDIAAN
RUANG TERBUKA HIJAU DI PERKOTAAN DAN IMPLIKASINYA
Perubahan
paradigma dalam pembangunan wilayah dan kota, khususnya dalam penyediaan ruang
terbuka hijau di wilayah kota sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang No.
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang hendaknya dilaksanakan sepenuhnya oleh
Bupati/Walikota dengan dukungan penuh dari pihak legislatif di masing-maisng
daerah. Hal ini tentu saja dilaksanakan dengan melihat kondisi bio-geografi
lingkungan dan sumber daya manusia di masing-masing wilayah dan hendaknya
dikembangkan secara bertahap. Hal ini telah dilaksanakan oleh beberapa Bupati
dan Walikota yang juga telah mendapat dukungan penuh dari badan legislatifnya,
seperti kelima wilayah kota Provinsi DKI Jakarta, Surabaya, dan
lain-lain.
Penyusunan RTRW Kabupaten berlaku mutatis mutandis (Pasal 28 UUPR No. 26 Tahun
2007) untuk penyusunan RTRW Kota dengan penambahan muatan pada rencana-rencana:
(1) penyediaan dan pemanfaatan ruang
terbuka hijau;
(2) penyediaan dan pemanfaatan ruang
terbuka non-hijau; dan
(3) penyediaan dan pemanfaatan prasarana
dan sarana jaringan pejalan kaki, angkutan umum, kegiatan sektor informal dan
ruang evakuasi bencana, yang dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah kota
sebagai pusat pelayanan sosial-ekonomi dan pusat pertumbuhan wilayah.
Model perencanaan tata ruang terakhir
yang disepakati para Walikota di dunia (KLH, 2005) padaPenandatanganan
Bersama Kesepakatan Lingkungan Hidup adalah dikenal dengan
istilah Green City. Meskipun terdapat dua
persepsi berbeda tentang istilah Kota Hijau ini, yaitu:
1 Sebagai visi (negara bagian di USA)
menghijaukan kota-kota dengan menanam banyak tanaman
dan tumbuhan serta membangun taman-taman
kota;
2 Negara-negara Eropa mempunyai persepsi
‘hijau’ sebagai “Kota yang Sehat” dan hampir bebas dari emisi polusi CO2,
CO, N2O, dan lain-lain serta orientasinya pada penggunaan sarana
angkutan dengan energi non-fosil.
Meskipun
demikian sekitar dua dekade lalu beberapa walikota di beberapa negara sedang
berkembang, seperti di benua Amerika Selatan dan di Asia telah berhasil
mengembangkan lingkungan kota layak huni (habitable) atau apa yang
disebut sebagai: ‘Kota Berwawasan Lingkungan’, sebagai contoh kota Curitiba (Brasilia)
Pada hakekatnya penyebab utama
perencanaan dan perancangan permukiman kota adalah ketidakpedulian akan
pentingnya sanitasi lingkungan yang “higienis”, yang kemudian secara sadar
maupun tidak, menjadi perilaku (kebiasaan) warga yang tak terpuji. Lingkungan
menjadi semakin buruk akibat tidak ditegakkannya peraturan perundang-undangan
yang ada. Hal ini mengakibatkan beberapa permasalahan sebagai berikut:
(1) kondisi sanitasi
dasar lingkungan permukiman, menimbulkan masalah kesehatan yang serius;
(2) persediaan air
bersih yang minim (tak cukup bahkan tak ada);
(3) sampah padat dan
limbah cair tidak terkelola dengan baik (tak ada ‘sewerage system;
(4) makanan tidak
higienis (keracunan, pemakaian zat kimia/pengawet, pewarna, penyedap),
(5) vektor penyakit
(nyamuk, tikus, kecoak, dan lain-lain) tak terkendali;
(6) sistem transportasi/
lalu lintas yang buruk dengan adanya kemacetan lalu lintas dan polusi udara;
(7) buruknya lingkungan
kerja/ kantor (hal ini ditandai dengan berkembangnya bakteri legionellosi, yang
mengakibatkan sick building syndrome).
Hampir
semua permasalahan di atas saling terkait dan merupakan akibat dari
penyelenggaraan penataan ruang yang buruk. Oleh karena itu, dalam rangka menuju
pembangunan “Kota Sehat”, maka diperlukan persyaratan ketat pembangunan sarana
dan prasarana sanitasi kota.
RUANG TERBUKA HIJAU
(RTH)
(RTH)
A. Pendahuluan
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Penyediaan dan pemanfaatan RTH dalam RTRW
Kota/RDTR Kota/RTR Kawasan Strategis Kota/RTR Kawasan Perkotaan, dimaksudkan
untuk menjamin tersedianya ruang yang cukup bagi:
- kawasan
konservasi untuk kelestarian hidrologis;
- kawasan pengendalian air larian dengan menyediakan kolam retensi;
- area
pengembangan keanekaragaman hayati;
- area
penciptaan iklim mikro dan pereduksi polutan di kawasan perkotaan;
- tempat
rekreasi dan olahraga masyarakat;
- tempat
pemakaman umum;
- pembatas
perkembangan kota ke arah yang tidak diharapkan;
- pengamanan
sumber daya baik alam, buatan maupun historis;
- penyediaan
RTH yang bersifat privat, melalui pembatasan kepadatan serta kriteria
pemanfaatannya;
- area
mitigasi/evakuasi bencana; dan
- ruang penempatan pertandaan (signage) sesuai dengan peraturan perundangan dan tidak mengganggu fungsi utama RTH tersebut.
B. Istilah dan Definisi
Elemen lansekap, adalah segala
sesuatu yang berwujud benda, suara, warna dan suasana yang merupakan pembentuk
lansekap, baik yang bersifat alamiah maupun buatan manusia. Elemen lansekap
yang berupa benda terdiri dari dua unsur yaitu benda hidup dan benda mati;
sedangkan yang dimaksud dengan benda hidup ialah tanaman, dan yang dimaksud
dengan benda mati adalah tanah, pasir, batu, dan elemen-elemen lainnya yang
berbentuk padat maupun cair.
Garis sempadan, adalah garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik, pipa gas.
Hutan kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.
Kawasan, adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu.
Kawasan perkotaan, adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
Koefisien Daerah Hijau (KDH), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
Lansekap jalan, adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lansekap alamiah seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk dari elemen lansekap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lansekap jalan ini mempunyai ciri-ciri khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan.
Penutup tanah, adalah semua jenis tumbuhan yang difungsikan sebagai penutup tanah.
Peran masyarakat, adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Perdu, adalah tumbuhan berkayu dengan percabangan mulai dari pangkal batang dan memiliki lebih dari satu batang utama.
Pohon, adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras.
Pohon kecil, adalah pohon yang memiliki ketinggian sampai dengan 7 meter.
Pohon sedang, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa 7-12 meter.
Pohon besar, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa lebih dari 12 meter.
Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.
Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.
Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Sabuk hijau (greenbelt), adalah RTH yang memiliki tujuan utama untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu.
Semak, adalah tumbuhan berbatang hijau serta tidak berkayu disebut sebagai herbaseus.
Tajuk, adalah bentuk alami dari struktur percabangan dan diameter tajuk.
Taman kota, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota.
Taman lingkungan, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan.
Tanaman penutup tanah, adalah jenis tanaman penutup permukaan tanah yang bersifat selain mencegah erosi tanah juga dapat menyuburkan tanah yang kekurangan unsur hara. Biasanya merupakan tanaman antara bagi tanah yang kurang subur sebelum penanaman tanaman yang tetap (permanen).
Tanggul, adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai.
Vegetasi/tumbuhan, adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak, dan rumput.
Wilayah, adalah kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan kondisi geografis.
Garis sempadan, adalah garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik, pipa gas.
Hutan kota, adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang.
Jalur hijau, adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (RUMIJA) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (RUWASJA). Sering disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.
Kawasan, adalah kesatuan geografis yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional serta mempunyai fungsi utama tertentu.
Kawasan perkotaan, adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat pemukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Koefisien Dasar Bangunan (KDB), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
Koefisien Daerah Hijau (KDH), adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
Lansekap jalan, adalah wajah dari karakter lahan atau tapak yang terbentuk pada lingkungan jalan, baik yang terbentuk dari elemen lansekap alamiah seperti bentuk topografi lahan yang mempunyai panorama yang indah, maupun yang terbentuk dari elemen lansekap buatan manusia yang disesuaikan dengan kondisi lahannya. Lansekap jalan ini mempunyai ciri-ciri khas karena harus disesuaikan dengan persyaratan geometrik jalan dan diperuntukkan terutama bagi kenyamanan pemakai jalan serta diusahakan untuk menciptakan lingkungan jalan yang indah, nyaman dan memenuhi fungsi keamanan.
Penutup tanah, adalah semua jenis tumbuhan yang difungsikan sebagai penutup tanah.
Peran masyarakat, adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat sesuai dengan hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan penataan ruang.
Perdu, adalah tumbuhan berkayu dengan percabangan mulai dari pangkal batang dan memiliki lebih dari satu batang utama.
Pohon, adalah semua tumbuhan berbatang pokok tunggal berkayu keras.
Pohon kecil, adalah pohon yang memiliki ketinggian sampai dengan 7 meter.
Pohon sedang, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa 7-12 meter.
Pohon besar, adalah pohon yang memiliki ketinggian dewasa lebih dari 12 meter.
Ruang terbuka, adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau.
Ruang Terbuka Hijau (RTH), adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
Ruang terbuka non hijau, adalah ruang terbuka di wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.
Ruang terbuka hijau privat, adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan.
Ruang terbuka hijau publik, adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum.
Sabuk hijau (greenbelt), adalah RTH yang memiliki tujuan utama untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak saling mengganggu.
Semak, adalah tumbuhan berbatang hijau serta tidak berkayu disebut sebagai herbaseus.
Tajuk, adalah bentuk alami dari struktur percabangan dan diameter tajuk.
Taman kota, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota.
Taman lingkungan, adalah lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan.
Tanaman penutup tanah, adalah jenis tanaman penutup permukaan tanah yang bersifat selain mencegah erosi tanah juga dapat menyuburkan tanah yang kekurangan unsur hara. Biasanya merupakan tanaman antara bagi tanah yang kurang subur sebelum penanaman tanaman yang tetap (permanen).
Tanggul, adalah bangunan pengendali sungai yang dibangun dengan persyaratan teknis tertentu untuk melindungi daerah sekitar sungai terhadap limpasan air sungai.
Vegetasi/tumbuhan, adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu, semak, dan rumput.
Wilayah, adalah kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya, yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan kondisi geografis.
C. Fungsi dan Manfaat
RTH memiliki fungsi sebagai berikut:
Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
Fungsi utama (intrinsik) yaitu fungsi ekologis:
- memberi
jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara
(paru-paru kota);
- pengatur
iklim mikro agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat
berlangsung lancar;
- sebagai
peneduh;
- produsen
oksigen;
- penyerap
air hujan;
- penyedia
habitat satwa;
- penyerap
polutan media udara, air dan tanah, serta;
- penahan angin.
Fungsi tambahan
(ekstrinsik) yaitu:
- Fungsi
sosial dan budaya:
- menggambarkan
ekspresi budaya lokal;
- merupakan
media komunikasi warga kota;
- tempat
rekreasi; wadah dan objek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam
mempelajari alam.
- Fungsi
ekonomi:
- sumber
produk yang bisa dijual, seperti tanaman bunga, buah, daun, sayur
mayur;
- bisa
menjadi bagian dari usaha pertanian, perkebunan, kehutanan dan
lain-lain.
- Fungsi
estetika:
- meningkatkan
kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman
rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara
keseluruhan;
- menstimulasi
kreativitas dan produktivitas warga kota;
- pembentuk
faktor keindahan arsitektural;
- menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.
Dalam suatu wilayah perkotaan, empat fungsi
utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan
keberlanjutan kota seperti perlindungan tata air, keseimbangan ekologi dan
konservasi hayati.
D. Manfaat RTH
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
D. Manfaat RTH
Manfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas:
- Manfaat
langsung (dalam
pengertian cepat dan bersifat tangible), yaitu
membentuk keindahan dan kenyamanan (teduh, segar, sejuk) dan mendapatkan
bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga, buah);
- Manfaat
tidak langsung (berjangka
panjang dan bersifat intangible), yaitu
pembersih udara yang sangat efektif, pemeliharaan akan kelangsungan
persediaan air tanah, pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi
flora dan fauna yang ada (konservasi hayati atau keanekaragaman
hayati).
E. Tipologi RTH
Tipologi Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah sebagai berikut:
- Fisik
: RTH
dapat dibedakan menjadi RTH alami berupa habitat liar alami, kawasan
lindung dan taman-taman nasional serta RTH non alami atau binaan seperti
taman, lapangan olahraga, pemakaman atau jalur-jaur hijau jalan.
- Fungsi : RTH
dapat berfungsi ekologis, sosial budaya, estetika, dan ekonomi.
- Struktur
ruang : RTH
dapat mengikuti pola ekologis (mengelompok, memanjang, tersebar), maupun
pola planologis yang mengikuti hirarki dan struktur ruang perkotaan.
- Kepemilikan
: RTH
dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat.
F. Penyediaan RTH
Penyediaan RTH di Kawasan Perkotaan dapat didasarkan pada:
- Luas
wilayah
- Jumlah
penduduk
- Kebutuhan fungsi tertentu
Penyediaan
RTH Berdasarkan Luas Wilayah
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:
Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut:
- ruang
terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
- proporsi
RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari
20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau
privat;
- apabila
luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah
memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang
berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan
keberadaannya.
- Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.
Penyediaan RTH Berdasarkan
Jumlah Penduduk
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.
Untuk menentukan luas RTH berdasarkan jumlah penduduk, dilakukan dengan mengalikan antara jumlah penduduk yang dilayani dengan standar luas RTH per kapita sesuai peraturan yang berlaku.
- 250
jiwa : Taman RT, di tengah lingkungan RT
- 2500
jiwa : Taman RW, di pusat kegiatan RW
- 30.000
jiwa : Taman Kelurahan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kelurahan
- 120.000
jiwa : Taman kecamatan, dikelompokan dengan sekolah/ pusat kecamatan
- 480.000 jiwa : Taman Kota di Pusat Kota, Hutan Kota (di dalam/kawasan pinggiran), dan Pemakaman (tersebar)
Penyediaan RTH Berdasarkan
Kebutuhan Fungsi Tertentu
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.
Fungsi RTH pada kategori ini adalah untuk perlindungan atau pengamanan, sarana dan prasarana misalnya melindungi kelestarian sumber daya alam, pengaman pejalan kaki atau membatasi perkembangan penggunaan lahan agar fungsi utamanya tidak teganggu.
RTH kategori ini meliputi: jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi, RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH sempadan pantai, dan RTH pengamanan sumber air baku/mata air.
G. Prosedur Perencanaan
Ketentuan prosedur perencanaan RTH adalah sebagai
berikut:
- penyediaan
RTH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam
rencana tata ruang (RTRW Kota/RTR Kawasan Perkotaan/RDTR Kota/RTR Kawasan
Strategis Kota/Rencana Induk RTH) yang ditetapkan oleh pemerintah daerah
setempat;
- penyediaan
dan pemanfaatan RTH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan
dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku;
- tahapan
penyediaan dan pemanfaatan RTH publik meliputi:
- perencanaan;
- pengadaan
lahan;
- perancangan
teknik;
- pelaksanaan
pembangunan RTH;
- pemanfaatan dan pemeliharaan.
- penyediaan
dan pemanfaatan RTH privat yang dilaksanakan oleh masyarakattermasuk
pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan;
- pemanfaatan
RTH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau
reklame 3 dimensi, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- mengikuti
peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing
daerah;
- tidak
menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi
penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan
bentuk tajuknya;
- tidak
mengganggu kualitas visual dari dan ke RTH;
- memperhatikan
aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTH;
- tidak mengganggu fungsi utama RTH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis.
ANALISIS RTH DI KOTA-KOTA INDONESIA
Kota Surabaya
RTH di Kota Surabaya sendiri telah mencapai 22,26
persen atau 171,68 hektar dari total luas wilayah kota. Surabaya
unggul sebagai kota besar ramah lingkungan dan humanis. Surabaya saat ini
mengembangkan penataan yang tersebar ke seluruh penjuru kota. Dengan demikian,
warga kotanya bisa beraktivitas di wilayah masing-masing atau dekat dengan
tempat tinggalnya. Pembangunan RTH di Surabaya tidak diaglomerasikan ke satu
titik, melainkan menyebar dengan mengembangkan sentra komunitas di setiap titk
strategis kota.
Di setiap titik strategis seluruh wilayah kota itu dibangun
pula taman-taman lengkap dengan akses WiFi, pedestrian, dan jalur sepeda
sebagai ruang terbuka hijau di luar ruang rekreasi, lapangan
olahraga, dan pemakaman.
Kota Surabaya juga sadar bahwa peningkatan kualitas lingkungan akan lebih mudah apabila melibatkan peran serta masyarakat. Program-program seperti “Urban Farming”, “Surabaya Green and Clean”, “Surabaya Berwarna Bunga”, dan meningkatkan kembali implementasi 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dalam pengelolaan sampah, dilakukan dalam rangka membentuk kota hijau yang sehat.
Itulah sebabnya saat ini Surabaya mendapat predikat sebagai
"kota untuk warganya". Tak kalah penting, kota ini juga digelari The
Most Green and Livable City in Indonesia.
Menurut Peraturan Daerah Kota Surabaya nomor 07 tahun 2002,
tentang pengelolaan ruang terbuka hijau disebutkan bahwa ruang terbuka hijau
tak hanya berupa hutan kota, melainkan kawasan hijau yang berfungsi sebagai
pertamanan, rekreasi, permakaman, pertanian, jalur hijau, dan pekarangan.
Dalam ruang terbuka hijau diwajibkan adanya kegiatan
penghijauan yaitu tentunya dengan budidaya tanaman sehingga terjadi
perlindungan terhadap kondisi lahan. Peraturan daerah itu menyebutkan dengan
jelas bahwa pengelolaan ruang terbuka hijau menjadi tanggungjawab tak hanya
pemerintah, bahkan sektor swasta, dan warga yang bertempat tinggal di Kota
Surabaya.
Kota Bandung
Saat ini Kota Bandung baru memiliki sekitar 1700 hektare RTH.
Sedangkan idealnya RTH untuk kota yang memiliki luas 16.729,65 hektare ini
adalah sekitar 6000 hektare. data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup 2007,
ruang terbuka hijau di Kota Bandung kini tersisa 8,76 persen. Padahal idealnya
sebuah kota harus memiliki ruang terbuka hijau seluas 30 persen dari total luas
kota, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Ruang tebuka hijau di Metropolitan Bandung terdiri dari
kawasan lindung dan kawasan
budidaya. Pada kenyataannya ruang terbuka hijau pada kawasan
lindung beralih fungsi menjadi
kawasan terbangun, sehingga ruang terbuka hijau yang selama
ini berfungsi sebagai resapan air,
tidak lagi dapat menampung limpasan air hujan yang turun ke
bumi. Hal ini mengakibatkan
terjadinya banjir di beberapa titik.
Jika Kota Bandung tanpa RTH, sinar matahari yang menyinari itu 90%
akan menempel di aspal, genting rumah, dan bangunan lainnya yang ada. sementara
sisanya yang 10% akan kembali ke angkasa. Hal itu memicu udara Kota Bandung
menjadi panas. Namun, jika bandung memiliki RTH sesuai dengan angka ideal, maka
sinar matahari itu 80% diserap oleh pepohonan untuk fotosintesis, 10% kembali
ke angkasa, dan 10% nya lagi yang menempel di bangunan, aspal dan lainnya.
Menurut data Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Bandung 2006,
akibat berkurangnya persentase ruang terbuka hijau di Bandung, setiap tahun
permukaan tanah di Kota Kembang ini menyusut sekitar 42 sentimeter. Di Babakan
Siliwangi sendiri permukaan air tanah berada pada kedudukan 14,35 meter dari
sebelumnya 22,99 meter. Menurut data yang dilansir Greenlife Society setidaknya 90 pusat
perbelanjaan di Bandung itu masih berhutang 85 ribu meter persegi ruang hijau.
Setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik
bertenaga batubara akan menghasilkan emisi karbon-dioksida 5,6 juta ton/ tahun.
Ilustrasi lain, sebuah kendaraan bermotor yang memerlukan bahan bakar 1 liter
per 13 km dan tiap hari mememerlukan BBM 10 liter maka akan menghasilkan emisi
karbon-dioksida sebanyak 30 kg/hari atau 9 ton/tahun. Bisa dibayangkan jika
jumlah kendaraan bermotor di Kota Bandung di jalanan yang sering macet kita
asumsikan 500.000 kendaraan, maka dari sektor transportasi Kota Bandung
menyumbang emisi karbon-dioksida ke atmosfer sebanyak 4,5 juta ton/ tahun.
Singkatnya, kondisi hutan Kota Bandung benar-benar kritis, jauh
dari angka ideal yang dibutuhkan warga kota yang telah mencapai lebih dari 2,3
juta jiwa. Istilah lainnya, wilayah RTH di Kota Bandung ini masih sedikit. Dan
saat ini jumlah pohon perlindung sebanyak 229.649 pohon. Padahal, idealnya kata
Kepala Dinas Pertamanan Kota Bandung, Drs. Ernawan, jumlahnya 920.000 pohon
pelindung atau 40% dari jumlah penduduk. Jumlah tersebut dihitung dengan
rumusan 2,3 juta jiwa dikali 0,5 kg oksigen dikali 1 pohon dibagi 1,2 kg, sama
dengan 2,3 juta kali 0,4 kg oksigen dikali 1 pohon, menghasilkan 920.000 pohon.
Kota Malang
Hutan kota adalah komunitas vegetasi berupa pohon dan
asosiasinya yang tumbuh di lahan kota atau sekitar kota, berbentuk jalur,
menyebar, atau bergerombol, dengan struktur menyerupai/meniru hutan alam,
membentuk habitat yang memungkinkan kehidupan bagi satwa dan menimbulkan
lingkungan sehat, nyaman dan estetis. Pengertian ini sejalan dengan PP No
63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota yang menggariskan hutan kota sebagai pusat
ekosistim yang dibentuk menyerupai habitat asli dan berisi sumberdaya alam
hayati yang didominasi oleh pepohonan dan menyatu dengan lingkungan sekitarnya.
Penempatan areal hutan kota dapat dilakukan di tanah negara atau tanah private yang
ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat berwenang. Sebagai unsur RTH, hutan
kota merupakan suatu ekosistim dengan sistim terbuka. Hutan kota diharapkan
dapat menyerap hasil negatif akibat aktifitas di perkotaan yang tinggi.
Tingginya aktifitas kota disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan industri yang
sangat pesat di wilayah perkotaan. Dampak negatif dari aktifitas kota antara
lain meningkatnya suhu udara, kebisingan, debu, polutan, kelembaban menurun,
dan hilangnya habitat berbagai jenis burung dan satwa lainnya karena hilangnya
vegetasi dan RTH (Zoer’aini, 2004; Sumarni, 2006).
Ruang terbuka hijau di kota Malang yang berfungsi sebagai kawasan resapan air
hujan perlu dipertahankan luasannya karena akan berperan terhadap pengurangan
banjir atau genangan tidak wajar pada musim penghujan dan mempunyai potensi
untuk imbuhan air tanah pada musim kemarau.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan ruang terbuka hijau di kota
Malang dari tahun 1995 sampai 2005, mengetahui kapasitas infiltrasi dan agihan
kapasita infiltrasi serta kontribusi ruang terbuka hijau tersebut untuk imbuhan
air tanah di kota Malang.
Jenis penelitian ini adalah survey dengan pengukuran langsung dalam hal ini
kapasitas resapan air hujan (infiltrasi) ruang terbuka hijau di kota Malang.
Metode pengambilan sampel pengukuran kapasitas resapan air hujan (infiltrasi)
menggunakan metode purposive sampling yaitu perubahan ruang terbuka hijau di kota
Malang. Untuk mengetahui alih fungsi atau perubahan ruang terbuka hijau dan
eksisting ruang terbuka hijau digunakan metode overlay peta (tumpang susun)
kemudian analisis data untuk mengetahui nilai kapasitas resapan air hujan
(infiltrasi) dihitung dengan menggunakan metode Horton yang kemudian
dipresentasikan agihannya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan penyusutan ruang terbuka hijau
kota Malang tahun 1995 sampai 2005 sebesar 4,6% dari total luas ruang terbuka
hijau kota Malang tahun 1995. Kapasitas infiltrasi kota Malang bervariasi,
kapasitas infiltrasi tertinggi di Hutan Arjosari Blimbing sebesar 1797,81
cm/hari, sedangkan kapasitas infiltrasi terendah pada Taman Serayu yaitu
sebesar 30,64 cm/hari. Tingkat infiltrasi kota Malang termasuk kelas sangat
tinggi atau >53 mm/jam, hal ini menunjukkan bahwa kota Malang merupakan
daerah resapan air yang sangat baik. Total kontribusi ruang terbuka hijau
dengan luas keseluruhan 49277,5 m2 memberikan supplay air tanah sebesar
13594,536 m3/jam.
Kesimpulan
Berdasarkan UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, untuk menunjang kehidupan masyarakat yang aman dan nyaman, dibutuhkan Ruang Terbuka Hijau (RTH) berdasarkan Pasal 28 sampai dengan pasal 30 memuat bahwa proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota minimal 30% di mana proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota minimal 10%.
Pengertian Ruang terbuka hijau itu sendiri adalah Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
RTH sendiri memiliki fungsi utama sebagai paru-paru kota, pengatur iklim mikro, sumber oksigen, resapan air dan penyerap polutan dsb.
Melihat kondisi di Indonesia tinggi akan polusi udaranya akibat gas buangan kendaraan yang padat serta bencana alam banjir yang sering terjadi, tentunya Program RTH ini wajib dilaksanakan. Tetapi saat ini RTH minimal 30% belum dapat dicapai kota-kota yang ada di Indonesia, akibat pembangunan RTH yang tidak bertahap dan tidak konsisten serta pengerukan tanah untuk bangunan-bangunan dan infrastruktur kota.
Saya berharap kedepannya Kota-kota di Indonesia dapat lebih menerapkan pembangunan RTH yang lebih sempurna lagi, demi kelangsungan hidup yang aman dan nyaman.
Sumber
Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar